Thursday, July 27, 2006

TAK APA…


Apa rasa rindumu?

Sakitkah?
Indahkah?

Apa warna cintamu?

Putihkah?
Atau abu abu?

Rasanya tak ada kata yang cukup
Menuangkan apa yang dimiliki

Biarkan saja berbunga subur
Menghias taman hati buatan angan

Milikimu melengkapkan hati
Mencintaimu menyempurnakan diri

Aku hanya ingin ‘boleh’

Sekedar beberapa bab pun tak apa
Walau cuma beberapa lembarpun juga tak apa

Boleh menghuni ruang sepi itu
Boleh menunggu di pohon pemujaan itu

Menjadi tempatmu berteduh
Menjadi rumahmu sebentar

Apa warna cintaku?
Apa rasa rinduku?

Tak apalah;
Biar diriku berarti walaupun hanya indah dari abu abu

15:10 – July 27, 2006

Monday, July 24, 2006

SEORANG BIDADARI DI RUMAHKU

:Louisa Carla B.

Wajahmu mungil
Matamu kecil
Mulutmu tak berhenti bertanya
Kakimu tak pernah berdiam

Kulihat damai dalam tidurmu
Ketika mata kecil itu terpejam karena malam
Tak kulihat keraguan atas hidup disana
Yang ada hanya cinta

Rambutmu ikal menggerai
Senyummu meruntuhkan lelah

Tak pernah ragu untuk menatap hari
Menjalani waktu dengan semua ceria

Berlarilah, bidadariku
Biar kutemani lewati persimpangan
Menjadi tempat berteduhmu ketika hujan
Menggapaimu ketika jatuh

Walau hanya menjadi sekedar pelindung tak bernama
Walau cuma menjadi perisai atas nama ketidakberadaan

15:10 – July 24, 2006

Thursday, July 20, 2006

UNTUK PUTARAN WAKTU

Semalam hanya hujan dan petir yang datang
Gemuruh hati atas bimbang masih saja meraja
Tak pernah bisa hati berpaling,
Meminjamkan rasa yang menggulung kepala

Semalam hanya gelap tanpa bulan yang ada
Membenamkan jiwa yang lengah kepada udara
Maaf jika masih ada sedikit tanya
Itu pun hanya terlintas seadanya

Hari ini, masih saja mendung yang abu abu
Mengaiskan hati membawa luluhan atas bayangmu
Entah bisa entah tidak kalahkan rindu
Karena diri terus saja bilang tak mampu

Besok, aku mau engkau pulang
Tapi inginku hanya terbentur jarak dan ruang
Tetapkan diri mantapkan hati
Menantimu membawa obat penawar beku

Sekarang,
Langit masih saja abu abu dengan sedikit biru
Menceritakan kisah dongeng abadi
Tentang seorang putri dan pangerannya
Yang tak pernah berani untuk berharap lebih
Atas apapun yang terlewati

15:42 – July 20, 2006

Wednesday, July 19, 2006

TOLONG TITIP HATIKU (bag. 2)

Sedikit disini, sedikit disana
Masih saja ragu bergerombol memenuhi raga
Menjual prasangka kepada logika
Lewati hati yang memenuhi rasa

Sejumput harap yang sempat terhempas
Menjadikan hari berselubung tanya

Telah kubukakan pintu itu lebar untuk percaya
Meletakkan diri di ruang angan
Mengutip cerita berujung indah

Masih kujaga hati yang pernah tertitip
Merawatnya dengan jemari hatiku

Semoga engkau juga tetap jaga hatiku
Merawatnya dalam lingkup nyamanmu

Biarkan sisa badai kemarin menjadi pupuk
Untuk diserap bagi pohon yang terus bertumbuh

*I believe in you…

11:05 – July 19, 2006

Friday, July 14, 2006

Pulanglah cepat....



Badai pun menerpa sudah
Rumah kita kokoh berdiri
Hanya pagar putih di depan sana yang roboh
Kuncinya patah, terbawa badai kemarin mungkin

Tak apa...
Kita bisa bangun lagi pagar yang lebih kokoh
Dimana badai pun takkan cukup kuat untuk goyahkan

Lalu, jarak pun membentang lebih jauh
Membawamu pergi ke tanah hitam
Mengajakmu datang dalam perenungan dalam
Maka pergilah, kupu kupu...
Tebarkan wibawamu pada tempat baru seperti yang sudah sudah

Jangan biarkan lengah menelusup
Biarkan waspada bawa langkahmu
Entah apa rasanya dibentangkan sebegini jauh oleh jarak
Tapi biarlah, sampai sekarang, jarak pun tak membunuh rasa
Menyadari lebih dalam tentang 'arti', katamu...

Ya, artimu bagiku dan artiku bagimu
Maka, pulanglah cepat
Pintu rumah indah itu akan kubiarkan terbuka menunggumu

Just come home soon, dear one...

20:40 - July 14, 2006

Wednesday, July 12, 2006

AJARIKU UNTUK BERHENTI BERHARAP


Wahai rumput, ajariku untuk berhenti berharap
Betapapun logika menantang gagah, hati tetap saja pasang surut mencarimu
Kuat dan lemah ia bergantian merajai diri
Baru beberapa hari yang lalu rasanya kecupan menjadi hadiah
Tapi luluh pun datang tanpa gejala

Wahai langit, ajariku untuk berhenti berharap
Dikala logika membangun benteng tinggi berbata realita
Entah bagaimana membendung serpihan bayangmu yang menghujan
Membangunkan syaraf syarafku atas rindu ucap manismu
Bagaimana kulewati ini semua tanpa harap atasmu?

Bantu aku, jaga aku

Ajariku untuk berhenti berharap
Menyimpan semua buku tentangmu dalam lemari ingatan
Menutup semua sekat ruang tentangmu di ruang hati
Biar saja jika memang harus tersakiti
Tak pernah sia sia mempercayakan hati pada pohon pemujaan

Ia hanya akan memupuk hidup, menjadi air siraman atas jiwa rapuh

14:45July 11, 2006

SAKIT SANG BULAN SABIT


Lewati jenjang diri yang hanya bimbang
Berujung tali pada sangka yang gamang
Kunjung tak tiba hanya rasa dirasa
Datang tak tentu beserta mimpi tanpa warna

Muramlah sudah sang bulan sabit
Menanti terbit yang mungkin takkan lagi terbit
Gelap cuma jadi penghias malam temaram
Berkawan sepi dan juga sunyi

Bintang pun entah kemana perginya
Tak mencari cahaya dan kerling terang
Diri hanya menjadi bisu, cerita hanya menjadi basi
Lingkarku terus mengikat hati
Menjawab risau yang kian menjadi

Tidak lagi si bulan sabit menunggu;

Pergilah ragu
Hanya pasti yang dimau
Biar lepas kerikil batu di jalanku

11:20July 11, 2006