Tuesday, December 19, 2006

RASAKU


Malu...
Bersalah...
Takut...
Tak pantas...

Salahku sendiri

08:45 – December 19, 2006

Wednesday, November 15, 2006

SATU HARI

Laraku torehkan sepi
Melolongkan sunyi tembusi gelap
Lewati waktu dan kekalkan dimensi

Cukup tak tercukupi suapi diri dengan rintih
Merindu menjadi batu persembahan bagi para dewi

Satu lagi hari terlewati
Tumpah semua sesak
Penat hati menanti

Turunlah hujan, sirami diri
Beri aku satu hari temui pemilik hati

18:54 – November 15, 2006

Wednesday, September 13, 2006

AKU MENCARI MIMPI


Ada setangkup rasa yang menjelma dalam diam,
Menilik sepi mencari makna,
Bersisipan rasa itu dan ini, ini dan itu tak tentu juga,
Lewat hanya detik berpagut dalam menit dan jam, serta hari, lalu lewat,
Tak sebersitpun singgah,
Mampir barang sejenak dua pun juga tidak,
Ruang yang ada hanya jauh dan bentang,
Jelmai titik diri menebak mimpi,
Satu dan dua, mungkin juga seribu berpilin simpul rumit,
Merangkai tali menjadi sutra,
Serupa rasa, mirip juga rindu,
Tak sama juga, dekat hanya mungkin,
Bernyanyi hati tak tentu nada,
Ada dan tiada bersampir temui duka,
Menerobos suka, tapi tidak cita.

Aku mencari mimpi. Barang satu ataupun dua bolehlah.
Tapi mohon...berikan aku nyata, sesaatpun tak apa.

23:53 – September 13, 2006

Wednesday, September 06, 2006

RINDU


Denting kalbu, mencari lagu
Memainkan nada, pertanda gundah

Sulur sulur waktu hanya meratap
Menangisi detik berlalu lewati gelap

Silih hati berganti rasa dan tanya
Mendulang sesal tak kunjung selesai

Kunang kunang duduk terpaku
Mendiami hati dalam tumpukan kaku

Sesekali rasa datang menderu
Membongkar perisai penjaga logikaku

Satu saja pinta bersauh
Hanya disampingmu yang aku mau

Berlumur rindu, menuai sendu
Kapankan bertemu? Aku juga tidak tahu...

Aku rindu kamu, ri...Sejadi jadinya bisa rindu dirasa.

12:00 – September 6, 2006

Thursday, August 24, 2006

MENGURAI DIRI


Tempa berulang, hati tak gentar
Percikan api, tambahkan pasti
Lewati bara, kuatkan rasa

Duduk saja berdiam gundahmu
Ratapi apa yang dipunya dalam diam
Biar saja semua berurai
Mengendap bersama rasa merasa

Tanya saja hati...
Sisi mana boleh dijaga
Bagian mana pantas disimpan

Temukan jawab, tembusi ego
Selaksa makna, berjuta hampa

Lalui saja semua
Temukan cahaya diujung sana
Mungkin jalan kembali, atau bahkan bukan sama sekali
Hanya diri yang jawab, semoga tanpa bimbang
Menguatkan jiwa, sempurnakan rasa

*Untuk sahabat2 yang sedang tersesat...

00:32 – August 24, 2006

Saturday, August 19, 2006

Titah Ombak...

Menjadi milikmu melengkapkan
Yang ada cuma kesempurnaan

Pilihan biar saja terbuat
Ribuan beda tak pernah menjadi halang
Indah dan bahkan melengkapkan, kata kita
Namun hanya hati yang boleh tahu
Cuma tulus yang dipunya jiwa
Entah sampai kapan boleh termiliki

Biar saja...
Dalam lingkar waktu semua akan terjawab

01:33 – August 19, 2006

BERDIRILAH DIRI...


Biar saja kuretas dinding tinggi ini tanpa batas
Menjadikan pantulan rasa yang membentur sebagai kaca
Menjadikan setiap serpih sebagai bekal diri

Gaung rasa luruh itu pecah
Runtuh
Berurai
Hancur

Dapatkah diri berdiri?
Mengutipi setiap sisi luruh untuk bangkit
Lewati titik rasa dengan satu cara

Mungkin hanya perlu bersyukur
Dengan semua kehampaan yang melanda

Berdiamlah, diri...
Sejenak saja juga boleh
Belajar letakkan diri pada tempatnya
Agar dinding tinggi itupun tak lagi jadi aral
Agar yang dipunya cuma indah
Tanpa perih tanpa sedih
Cuma indah...

Tell me that you’re for real, even just for a moment...please...

00:53 – August 19, 2006

Tuesday, August 08, 2006

BULAN PENUH

“Lihat, sayang…
Bulan penuh…
Aku lihat wajah cantikmu diatas sana
Membawa senyummu untukku
Aku kangen…”

Lihat juga, sayang…
Apa yang kita punya?
Sakitkah? Indahkah?

Mengapa semua mendera kita begitu hebat?
Menjadikan hati serasa limbung
Harus apa dirasa
Harus bagaimana ditindak

Langitnya terang, sayang…
Mengapa langit kita tidak bisa seperti itu?
Mengapa langit kita tak bisa menentukan warna?

“Langit kita punya warna, sayang…
Langit kita cerah sempurna, tanpa mendung.
Coba lihat ketika setiap kita bergandengan tangan.
Coba pandang ketika kita hanyut dalam peluk.
Langit kita sempurna….”

Engkau lihatkah dari sana bulan ini juga, sayang?
Bukan hanya senyum yang kutitip padanya barusan
Aku titip juga telingaku untuk mendengarmu membagi
Aku titip juga tanganku untuk mengusap rambutmu

“Bulan yang sama juga, sayang…
Biar aku ambil semua titipanmu padanya.
Untuk temaniku selalu…”

Tidurlah, sayang…
Mimpikan aku bersama adamu malam ini

23:48 – August 8, 2006

Monday, August 07, 2006

SETIMPALKAH?


Setumpuk rasa yang setimpal indah dan sedihnya
Bertemu dan berpisah

Selalu disana
Terbawa dalam hati yang tak cukup rasa membagi

Melewati jam yang seperti detik
Melalui hari yang seperti menit

Setimpalkah rasa ini?

Indah yang sempurna
Juga sedih yang tak bercela

Tak tahu aku
Bagaimana lagi dihadapi

Mungkin karena ini kita ada
Rasa yang lahir tanpa nama

Milik kita
Walau cuma sebentar

Tak apa
Biar saja begini, toh akan ada lagi nanti

Entah kapan…tak pernah pasti
Tapi yakin saja hati, bahwa semua akan terjadi…lagi

21:01 – August 7, 2006

Tuesday, August 01, 2006

TENTANG KITA...

Terik itu mengisahkanmu
Hujan itu menceritakanmu
Awan itu membawakanmu
Angin itu memperdengarkanmu

Menerjang setiap aliran darah
Dengan semua sedih dan rasa

Yuk, kita pulang…

Akan kusiapkan secangkir coklat hangat
Menemanimu bercerita tentang segala
Mengantar matahari pulang
Menutup hari, menyatu denganmu

Biar kuhapus semua gundah dan gelisahmu
Bersama bulan seujung kuku
Bersama bintang yang paling terang
Menjadi teman setia
Menjadi penerang jalan setapak punya kita

16:14 – August 1, 2006

JIKA SAJA


Jika saja aku bisa memutar waktu
Mengatur hidup sesuai inginku
Menjadikan engkau bagian dari hidup nyataku
Pasti indah!

Jika saja aku bisa terbang
Mengepakkan sayapku tinggi
Hinggap ke tempat adamu sekarang
Pasti indah!

Jika saja aku bisa…
Membawamu pergi jauh
Mengobati semua luka hati dan jiwamu
Membuatmu bahagia
Menyediakan diri sebagai tempatmu mengabdi
Pasti menakjubkan!

Jika saja, sayang…
Jika saja…

11:15 – August 1, 2006

Thursday, July 27, 2006

TAK APA…


Apa rasa rindumu?

Sakitkah?
Indahkah?

Apa warna cintamu?

Putihkah?
Atau abu abu?

Rasanya tak ada kata yang cukup
Menuangkan apa yang dimiliki

Biarkan saja berbunga subur
Menghias taman hati buatan angan

Milikimu melengkapkan hati
Mencintaimu menyempurnakan diri

Aku hanya ingin ‘boleh’

Sekedar beberapa bab pun tak apa
Walau cuma beberapa lembarpun juga tak apa

Boleh menghuni ruang sepi itu
Boleh menunggu di pohon pemujaan itu

Menjadi tempatmu berteduh
Menjadi rumahmu sebentar

Apa warna cintaku?
Apa rasa rinduku?

Tak apalah;
Biar diriku berarti walaupun hanya indah dari abu abu

15:10 – July 27, 2006

Monday, July 24, 2006

SEORANG BIDADARI DI RUMAHKU

:Louisa Carla B.

Wajahmu mungil
Matamu kecil
Mulutmu tak berhenti bertanya
Kakimu tak pernah berdiam

Kulihat damai dalam tidurmu
Ketika mata kecil itu terpejam karena malam
Tak kulihat keraguan atas hidup disana
Yang ada hanya cinta

Rambutmu ikal menggerai
Senyummu meruntuhkan lelah

Tak pernah ragu untuk menatap hari
Menjalani waktu dengan semua ceria

Berlarilah, bidadariku
Biar kutemani lewati persimpangan
Menjadi tempat berteduhmu ketika hujan
Menggapaimu ketika jatuh

Walau hanya menjadi sekedar pelindung tak bernama
Walau cuma menjadi perisai atas nama ketidakberadaan

15:10 – July 24, 2006

Thursday, July 20, 2006

UNTUK PUTARAN WAKTU

Semalam hanya hujan dan petir yang datang
Gemuruh hati atas bimbang masih saja meraja
Tak pernah bisa hati berpaling,
Meminjamkan rasa yang menggulung kepala

Semalam hanya gelap tanpa bulan yang ada
Membenamkan jiwa yang lengah kepada udara
Maaf jika masih ada sedikit tanya
Itu pun hanya terlintas seadanya

Hari ini, masih saja mendung yang abu abu
Mengaiskan hati membawa luluhan atas bayangmu
Entah bisa entah tidak kalahkan rindu
Karena diri terus saja bilang tak mampu

Besok, aku mau engkau pulang
Tapi inginku hanya terbentur jarak dan ruang
Tetapkan diri mantapkan hati
Menantimu membawa obat penawar beku

Sekarang,
Langit masih saja abu abu dengan sedikit biru
Menceritakan kisah dongeng abadi
Tentang seorang putri dan pangerannya
Yang tak pernah berani untuk berharap lebih
Atas apapun yang terlewati

15:42 – July 20, 2006

Wednesday, July 19, 2006

TOLONG TITIP HATIKU (bag. 2)

Sedikit disini, sedikit disana
Masih saja ragu bergerombol memenuhi raga
Menjual prasangka kepada logika
Lewati hati yang memenuhi rasa

Sejumput harap yang sempat terhempas
Menjadikan hari berselubung tanya

Telah kubukakan pintu itu lebar untuk percaya
Meletakkan diri di ruang angan
Mengutip cerita berujung indah

Masih kujaga hati yang pernah tertitip
Merawatnya dengan jemari hatiku

Semoga engkau juga tetap jaga hatiku
Merawatnya dalam lingkup nyamanmu

Biarkan sisa badai kemarin menjadi pupuk
Untuk diserap bagi pohon yang terus bertumbuh

*I believe in you…

11:05 – July 19, 2006

Friday, July 14, 2006

Pulanglah cepat....



Badai pun menerpa sudah
Rumah kita kokoh berdiri
Hanya pagar putih di depan sana yang roboh
Kuncinya patah, terbawa badai kemarin mungkin

Tak apa...
Kita bisa bangun lagi pagar yang lebih kokoh
Dimana badai pun takkan cukup kuat untuk goyahkan

Lalu, jarak pun membentang lebih jauh
Membawamu pergi ke tanah hitam
Mengajakmu datang dalam perenungan dalam
Maka pergilah, kupu kupu...
Tebarkan wibawamu pada tempat baru seperti yang sudah sudah

Jangan biarkan lengah menelusup
Biarkan waspada bawa langkahmu
Entah apa rasanya dibentangkan sebegini jauh oleh jarak
Tapi biarlah, sampai sekarang, jarak pun tak membunuh rasa
Menyadari lebih dalam tentang 'arti', katamu...

Ya, artimu bagiku dan artiku bagimu
Maka, pulanglah cepat
Pintu rumah indah itu akan kubiarkan terbuka menunggumu

Just come home soon, dear one...

20:40 - July 14, 2006

Wednesday, July 12, 2006

AJARIKU UNTUK BERHENTI BERHARAP


Wahai rumput, ajariku untuk berhenti berharap
Betapapun logika menantang gagah, hati tetap saja pasang surut mencarimu
Kuat dan lemah ia bergantian merajai diri
Baru beberapa hari yang lalu rasanya kecupan menjadi hadiah
Tapi luluh pun datang tanpa gejala

Wahai langit, ajariku untuk berhenti berharap
Dikala logika membangun benteng tinggi berbata realita
Entah bagaimana membendung serpihan bayangmu yang menghujan
Membangunkan syaraf syarafku atas rindu ucap manismu
Bagaimana kulewati ini semua tanpa harap atasmu?

Bantu aku, jaga aku

Ajariku untuk berhenti berharap
Menyimpan semua buku tentangmu dalam lemari ingatan
Menutup semua sekat ruang tentangmu di ruang hati
Biar saja jika memang harus tersakiti
Tak pernah sia sia mempercayakan hati pada pohon pemujaan

Ia hanya akan memupuk hidup, menjadi air siraman atas jiwa rapuh

14:45July 11, 2006

SAKIT SANG BULAN SABIT


Lewati jenjang diri yang hanya bimbang
Berujung tali pada sangka yang gamang
Kunjung tak tiba hanya rasa dirasa
Datang tak tentu beserta mimpi tanpa warna

Muramlah sudah sang bulan sabit
Menanti terbit yang mungkin takkan lagi terbit
Gelap cuma jadi penghias malam temaram
Berkawan sepi dan juga sunyi

Bintang pun entah kemana perginya
Tak mencari cahaya dan kerling terang
Diri hanya menjadi bisu, cerita hanya menjadi basi
Lingkarku terus mengikat hati
Menjawab risau yang kian menjadi

Tidak lagi si bulan sabit menunggu;

Pergilah ragu
Hanya pasti yang dimau
Biar lepas kerikil batu di jalanku

11:20July 11, 2006